Kamis, 01 Desember 2011

Sepenggal Karyaku


(30 Juni 2010)
Senandung Rintihan Kalbu
Mencoba menjamah hati
Yang tak pernah bisa ku jamah
Telusuri maksud hati
Yang tak kunjung ku pahami
Maksud baik tak selalu baik
Memang begitulah adanya
Helaan panjang menahan duka yang bersarang

Perlahan ku sadari
Ketika mereka memincingkan mata
Saling berbisik dibalik tabir
Senyuman yang menyiratkan berjuta makna
Tegur sapa yang terasa begitu hambar
Aaahhh....
Sandiwara itu begitu menyayat hati

Perlahan ku sadari
Mereka hardik sisi lain dari diriku
Bertubi-tubi hujatan dan cercaan
Mereka persembahkan
Melucuti asa yang kian memudar

Hei dengar!!
Dengarlah jerit hati yang meronta!
Dengarlah detak jantung yang memompa duka!
Rasakanlah disetiap aliran darah ini mengalir kesedihan yang mendalam

Menjerit,
Meronta,
Meringis,
Arrgghhh....
Tak ada yang peduli
Percuma saja!

Tapi sampai kapan?
Menyerah?
Ataukah tetap bertahan?
Mengumpulkan segenap asa, menjemput impian

Tuhan...
Tunjukkan jalan-Mu
Biarkan mereka tinggalkan
Diri yang ringkih ini
Tapi  aku yakin
Sedetikpun aku tak kan luput dari pengawasan-Mu

(03 Mei 2010)
Memori Masa Lalumu
Mencoba tuk menghalau duka
Lewat asa yang masih tersisa
Sayup-sayup ku dengar
Rintihan syahdu jeritan kalbu

Ku terperanjat
Tatkala ku dapati riwayatmu dengan kesakitan purbamu

Entahlah….
Lisan ini kelu seketika
Hati ini mencoba menahan pilu
Bulir-bulir dukapun siap tertumpah
Merembes dari sudut mata yang sayu

Bagaimana mungkin ku hardik masa lalumu?
Sementara kini cintamu telah mengaliri tubuhku
Merasuk ke dalam sukma


(04 Mei 2010)
Kembalilah Impianku
Ketidakberdayaanku membawaku pada titik terendah

Berbagai pertanyaan terlintas, apa yang salah??????

Oh impian
ku.....
Angan
ku.........

Kemana kau?????

Aku hampa... jenuh...

Dimana semangat itu?????

Semangat yang membuatku merasa kuat menghadapi dan menghalau rintangan yang kian menghadang.

Aku meradang....
Kian hari rasa jenuh ini merayuku tuk melupakanmu... duhai impianku...
Aku tak ingin terus menerus seperti ini!!!!!


Semangat.....
ku mohon.... kembalilah padaku... buat ak seperti dulu lagi...

Kembalilah... warnai hari-hari ku....

Tak ada 1 pun yang peduli,
Hanya kau yang ku miliki saat dunia menjauh dariku.

SEMANGAT!!!!!!

Kata yang kian menghiasi dan memberikan energi untukku..!!!!

Bawa kembali mimpi-mimpi itu....
Harapan itu...

Meskipun dunia meremehkanku, menjauh dan tak pedulikan aku yang seorang ini,
tapi bersamamu.... akan
ku tebas rasa hampa dan ketidakberdayaan ini!!!!!

"Bermimpilah... karena Tuhan akan memeluk impianmu itu"

Ku percaya HARAPAN ITU MASIH ADA!!!!!!

 (5 Juni 2010)
Hanya Sebatas Janji
Tatkala janji itu terucap
Lewat lisan yang sering ingkar
Tatkala janji itu terucap
Dan hanya terucap
Maka yang terjadi tinggallah sebatas janji

J.A.N.J.I

1 kata yang apabila dilanggar
Akan membuat hati kecewa
1 kata yang apabila tidak ditepati
Akan membuat hati tersakiti

J.A.N.J.I

Janganlah mengucapkan kata sakral itu!
Bila memang tak sanggup mempertanggungjawabkannya.


 (13 Juni 2010)
Sinar Yang Sirna
Kepada lampu yang hampir redup,
Seredup sinar asaku
Kepada dinding kamar,
Kepada foto-foto yang terpajang dengan anggun
Kepada kertas mungil bertuliskan kalimat pembakar asa
Kepada pena yang menggoreskan untaian kata-kata fiktif
Kepada kertas impian,
yang telah menjadi potongan-potongan kertas tanpa makna
kepada tempat sampah, yang baru saja menampung muntahan dan sayatan asa
kepada bulir duka yang terus merembes dari sudut mata yang syahdu
Kepada hati yang tengah kecewa, terluka, tersakiti, teraniaya

“Kalian adalah saksi bisu bagi malam yang memilukan ini”.

(13 Juni 2010)
Melodi Duka
Ku lukiskan kesedihanku lewat bait-bait kata pengikis asa
Asa ku memudar seketika
Jiwaku rapuh tak berdaya
Tak terhitung berapa banyak bulir-bulir duka,
yang mengalir deras dari sudut mata yang syahdu

melodi lirih penyayat hati, mengiringi tetesan duka
berpadu dalam simfoni luka

kemana hendak ku bawa asa ini?
Asa yang telah memudar
Karena api semangat padam seketika.

 
(14 Juni 2010)
Malampun Membisu

Aku masih terjaga ketika semua tengah terlelap,
Ku sapu pandangan ke sekeliling tempatku merebahkan tubuh yang ringkih ini.
Nanyian pilu masih menggema,
Menyeretku pada lakon yang menyayat kalbu
Apa dan siapa yang harus dipersalahkan?
Ketika sinar asa yang perlahan mulai sirna,
Ketika hati mencoba tegar laksana karang yang terhempas badai,
Ketika sudut mata yang sayuberusaha semampunya untuk menampung bulir duka
Ketika tanya tak juga peroleh jawaban...........

Dan malampun membisu.

 
(15 Juni 2010)
Memori Pilu

Bulan bercengkrama dengan pekatnya malam syahdu.
Bintang-bintang turut ambil bagian, menebar pesona akan elok wujudnya.
Semua tengah terlelap,
Sementara diriku masih saja enggan tuk memejamkan mata ini.

Butiran kristal menderai pipi,
Hanyut dalam lamunan pilu.
Lamunanku menyeret paksa diriku tuk kembalikan memori kesakitan purbaku
Ahhh....
Memoar yang memilukan

Terlintas tanya dalam benakku, “Apa dan Siapa yang harus dipersalahkan?”
Seribu tanya mengharap seribu jawab
Namun, tetap saja tak ada respon.

Malam yang pekat, sepekat duka ku.
Iapun enggan berkomentar.


(23 Septermber 2010)

Perlahan satu persatu
Orang-orang yang dulu dekat denganku
Kini menjauh...
Mereka pergi membawa kepercayaanku, merenggut
Sejumput asa yang pernah ku jaga
                                  
Satu persatu, mereka enyah dari hidupku.

Kini aku hanya sendiri,
Berkawan dengan sepi dan duka.

Ku hanyut dalam arus imajinasi,
Apakah akuvmemang pantas sendiri?
Mereka yang dulu ku banggakan, kini
Enyah entah kemana

Tak ada lagi tempatku berbagi kisah dan rasa
Tak ada yng mendengar jerit hatiku

Mereka  tutup rapat-rapat mata dan telinga,
Hingga jeritku, seperti anai yang bertebaran.

(24 September 2010)

Ku sapa pagi ini dengan kristal bening yang masih tersisa.
Namun, terpaan mentari seolah menghangatkan hatiku.
Kicauan burung sahut menyahut,
Menentramkan gundah gulana.

Semalaman ku terjaga,
Berkawan duka dan air mata.
Entah, terbuat dari apa hatiku ini?
Mengapa begitu renta?
Hingga sedikit saja ada yang melukai perasaanku, maka dengan mudah kristal-kristal bening menderai di pipiku.
Dan aku bertanya pada duka.
Terbuat dari apakah hatinya?
Bagaimana mungkin terdengar suara tepuk tangan?
Jika hanya satu tangan tanpa tangan lainnya.

Entah mengapa, seolah dia mengejek perasaanku,
Hingga aku laksana anai yang bertebaran dihadapannya.

(28 September 2010)
SepuluhBulanAkuDanDia

Mencintaimu terkadang membuatku pilu
Merindumu terkadang membuat hatiku kelu,
Derai air mata yang terlampau sering mengalir, membentuk anak sungai di pipi ini,
Canda tawa, senda gurau, kesalahpahaman, curiga, cemburu.
Hampir setiap hari menemani hari-hari kita.

Kau benar Sayang,
Semakin hari semakin berkurang jatah kontrak kita yang diberikanNya.

Disepuluh bulan ini,
Kupetik sebuah harap,
Semoga kau tulus mencintaiku,
dan menerimaku dengan segala kelemahan yang melekat pada diriku.

Tidak ada komentar: