Selasa, 20 Desember 2011

Tugas Analisis Kesalahan Berbahasa_Model Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia


BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Seluruh pembicaraan mengenai kesalahan berbahasa telah dibahas sebelumnya yang lebih banyak bersifat “teoritis”. Dari pembicaraan teoritis tersebut kita dapat memetik hikmah bagi pengajaran bahasa Indonesia. Berdasarkan teori-teori yang telah dibicarakan itu dapat diusulkan sebuah model Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia (AKBI). Dari keempat taksonomi yang telah dibicarakan, maka taksonomi kategori linguistik dipergunakan sebagai dasar. Unsur-unsur yang termasuk ke dalam katagori linguistik itu adalah: Fonologi yang mencakup ucapan bagi bahasa lisan, dan ejaan bagi bahasa tulis; Morfologi, yang mencakup prefiks, infiks, konfiks, simulfiks, perulangan kata; Sintaksis, yang mencakup frase, klausa, kalimat; dan leksikom atau pilihan kata.

B.  Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah dalam makalah ini dapat dirumuskan sebagai berikut: “Bagaimanakah Model Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia yang meliputi fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikon?”

C.  Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai acuan bagi mahasiswa khususnya calon guru, agar dapat mengaplikasikan disiplin ilmu yang dipelajarinya. Memprediksi sekaligus mengoreksi kesalahan berbahasa siswa yang mencakup bidang fonologi, morfologi, sintaksis dan leksikon.

BAB II
PEMBAHASAN

Untuk mengetahui perihal analisis kesalahan berbahasa, kita dapat mempelajari sejumlah model analisis itu. Model-model dalam Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia meliputi kesalahan yang terjadi pada tataran fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikal.

A.  Kesalahan Fonologi
Kesalahan berbahasa Indonesia dalam bidang fonologi pertama-tama dipandang dari penggunaan bahasa secara lisan maupun secara tulisan. Dari kombinasi kedua sudut pandang itu ditemukan aneka jenis kesalahan berbahasa. Sebagian besar kesalahan berbahasa Indonesia di bidang fonologi berkaitan dengan pengucapan. Tentu saja bila kesalahan berbahasa lisan ini dituliskan maka jadilah kesalahan berbahasa itu dalam bahasa tulis. Ada kesalahan berbahasa karena perubahan pengucapan fonem, penghilangan fonem, penambahan fonem, salah meletakkan penjedaan dalam kelompok kata dan kalimat. Di samping itu kesalahan berbahasa dalam bidang fonologi dapat pula disebabkan oleh perubahan bunyi diftong menjadi bunyi tunggal atau fonem tunggal.
1.    Kesalahan Ucapan
Kesalahan ucapan adalah kesalahan mengucapkan kata sehingga menyimpang dari ucapan baku atau bahkan menimbulkan perbedaan makna.
Contoh:
kata
diucapkan
-       enam
-       saudara
-       rabu
-       mengubah
-       telur
-       menerangkan
-       alasan
-       pelekatan
-       tangkap
-       hantam
-       esa
-       kalau
-       pantai
-       hilang
-       haus
-       indonesia
-       anam, anem
-       sudara, sodara
-       rebo
-       mengobah
-       telor
-       menerangken
-       alesan
-       peletakan
-       tangkep
-       hantem, antem
-       esa
-       kalo
-       pante
-       ilang
-       aus
-       endonesia

2.    Kesalahan Ejaan
Kesalahan ejaan adalah kesalahan menuliskan kata atau kesalahan dalam menggunakan tanda baca.
Contoh:
-         Tuhan Yang Mahakuasa               ditulis               - Tuhan Yang Maha Kuasa
-         Mengetengahkan                                                   -  mengketengahkan                                      
-         Mempertanggungjawabkan                                   -  mempertanggung jawabkan

B.  Kesalahan Morfologi
Kesalahan berbahasa dalam bidang morfologi sebagian besar berkaitan dengan bahasa tulis. Tentu saja kesalahan berbahasa dalam bahasa tulis ini berkaitan juga dengan bahasa lisan apalagi bila kesalahan berbahasa dalam penulisan morfologi itu dibacakan. Kesalahan berbahasa dalam bidang morfologi disebabkan oleh berbagai hal. Kesalahan berbahasa bidang morfologi dapat dikelompokkan menjadi kelompok afiksasi, reduplikasi, dan gabungan kata atau kata majemuk.
1.    Kesalahan Berbahasa pada Afiksasi
Kesalahan ini dapat disebabkan oleh berbagai hal berikut:
a.    Pertama, kesalahan berbahasa karena salah menentukan bentuk asal. Misalnya bentuk gramatik himbau, lola, lanjur, lunjur dianggap sebagai bentuk asal. Padahal bentuk asal yang benar adalah imbau, kelola, anjur, unjur.
b.    Kedua, fonem yang seharusnya luluh dalam proses afiksasi tidak diluluhkan. Misalnya fonem /t/ dalam kata terjemah dan tumis seharusnya luluh apabila kedua kata itu bergabung dengan morfem meN-. Dalam kenyataannya penggunaan bahasa kedua fonem itu tidak diluluhkan sehingga terbentuk kata kompleks menterjemahkan dan mentumis. Hasil pengafiksasian seharusnya menerjemahkan dan menumis.
c.    Ketiga, fonem yang seharusnya tidak luluh dalam proses afiksasi justru diluluhkan. Misalnya Fonem /f/ dalam kata fitnah, seharusnya menjadi memfitnah bukan memitnah.
d.   Keempat,  penyingkatan morfem men-, meny-, meng-, dan menge- menjadi n-, ny-, ng-, dan nge-. Dalam penggunaan bahasa, mungkin karena pengaruh bahasa daerah, morfem men-, meny-, meng-, dan menge- disingkat menjadi n-, ny-, ng-, dan nge- dalam pembentukan kata kerja. Hal ini tentu menimbulkan kesalahan berbahasa dalam bidang morfologi.
Contoh:
-   Men- + tatap menjadi natap, seharusnya menatap.
-   Meny- + sapu menjadi nyapu, seharusnya menyapu.
-   Meng- + ajar menjadi ngajar, seharusnya mengajar.
-   Meng- + bor menjadi ngebor, seharusnya mengebor.
2.    Kesalahan Berbahasa pada Reduplikasi
Kesalahan ini disebabkan oleh hal-hal berikut:
a.    Pertama, kesalahan berbahasa disebabkan kesalahan dalam menentukan bentuk dasar yang diulang. Misalnya bentuk gramatik mengemasi diulang menjadi mengemas-kemasi yang seharusnya mengemas-ngemasi.
b.    Kedua, kesalahan berbahasa terjadi karena bentuk dasar yang diulang seluruhnya hanya sebahagian yang diulangi. Misalnya bentuk gramatik kaki tangan diulang menjadi kaki-kaki tangan yang seharusnya diulang seluruhnya, yakni kaki tangan-kaki tangan.
c.    Ketiga, kesalahan berbahasa terjadi karena menghindari perulangan yang terlalu panjang. Misalnya bentuk gramatik orang tua bijaksana diulang hanya sebahagian yakni, orang-orang tua bijaksana. Seharusnya perulangannya penuh, yakni orang tua bijaksana-orang tua bijaksana.
3.    Kesalahan Berbahasa pada Gabungan Kata atau Kata Majemuk,
Kesalahan berbahasa terjadi dalam penggabungan sebagai berikut:
a.    Pertama, gabungan kata yang seharusnya serangkai dituliskan tidak serangkai. Kata majemuk yang ditulis serangkai ini dapat dikenali dengan salah satu unsurnya. Unsur-unsur seperti anti, antar, ekstra, infra, inter, baku, supra dan lain-lain, merupakan tanda bahwa paduan kata dengan kata tersebut di atas adalah kata majemuk yang ditulis serangkai. Misalnya antikarat, antaruniversitas, ekstrakulikuler, infrastruktur, internasional, bakuhantam,  suprasegmental,  dan sebagainya.
b.    Kedua, kesalahan berbahasa terjadi karena kata majemuk yang seharusnya ditulis terpisah, sebaliknya ditulis bersatu. Misalnya kata majemuk yang ditulis bersatu ini rumahsakit, tatabahasa, dan matapelajaran seharusnya ditulis terpisah seperti berikut rumah sakit, tata bahasa, dan mata pelajaran.
c.    Ketiga, kesalahan berbahasa terjadi karena kata majemuk yang sudah berpadu jika diulang, maka seluruhnya harus diulang. Ternyata dalam penggunaan bahasa hanya sebahagian yang diulang. Misalnya, segi-segitiga, mata-matahari, dan bumi-bumi putra dituliskan secara lengkap menjadi segitiga-segitiga, matahari-matahari, dan bumi putra-bumi putra.
d.   Keempat, kesalahan berbahasa terjadi karena proses prefiksasi atau sufiksasi dianggap menyatukan penulisan kata majemuk yang belum padu. Misalnya proses afiksasi ber- pada kata majemuk bertanggungjawab seharusnya ditulis bertanggung jawab.

C.  Kesalahan Sintaksis
Kesalahan sintaksis adalah kesalahan atau penyimpangan struktur frase, klausa, atau kalimat. Analisis kesalahan dalam bidang sintaksis ini menyangkut urutan kata, kepaduan susunan frase, kepaduan kalimat, dan logika kalimat.
1.    Kesalahan pada Bidang Frase
Kesalahan berbahasa yang biasa terjadi dalam bidang sintaksis, khususnya segi frasa, antara lain sebagai berikut:
a.    Pengunaan kata depan tidak tepat.
Contoh:
-       di masa itu                               seharusnya                   - pada masa itu
-       di waktu itu                                                                 - pada waktu itu
b.    Penyusunan frasa yang salah struktur.
Contoh:
-       belajar sudah                           seharusnya                   - sudah belajar
-       habis sudah                                                                  - sudah habis
c.    Penambahan yang dalam frasa benda (B+S)
Contoh:
-       guru yang profesional             seharusnya                   - guru profesional
-       anak yang saleh                                                           - anak saleh
d.   Penambahan kata dari atau tentang dalam Frasa Benda (B+B)
Contoh:
-       gadis dari Bali                         seharusnya                   - gadis Bali
-       cerita tentang anak jalanan                                          - cerita anak jalanan
e.    Penambahan kata kepunyaan dalam Frasa Benda (B+Pr)
Contoh: buku kepunyaan Ani seharusnya menjadi buku Ani.




2.    Kesalahan bidang klausa
Kesalahan berbahasa yang biasa terjadi dalam bidang sintaksis, khususnya segi klausa terjadi adanya penambahan preposisi di antara kata kerja dan objeknya dalam klausa aktif. Contoh: Rakyat mencintai akan pemimpin yang jujur. Seharusnya kalimat tersebut menjadi rakyat mencintai pemimpin yang jujur.
3.    Kesalahan bidang Kalimat
Kesalahan yang biasa terjadi dalam bidang sintaksis, khususnya dari segi kalimat antara lain sebagai berikut:
a.    Penyusunan kalimat yang terpengaruh pada struktur bahasa daerah. Berbahasa Indonesia dalam situasi resmi kadang-kadang tanpa disadari menerapkan struktur bahasa daerah. Seperti Amin pergi ke rumahnya Rudi. Kalimat tersebut terpengaruh struktur bahasa daerah. Oleh karena itu, kalimat tersebut dapat diperbaiki menjadi: Amin pergi ke rumah Rudi.
b.    Penggunaan kalimat yang tidak logis. Contoh: Buku itu membahas peningkatan mutu pendidkan di Sekolah Dasar. Kalimat tersebut tidak logis karena tidak mungkin buku mempunyai kemampuan membahas peningkatan mutu pendidikan SD. Oleh karena itu, kalimat tersebut perlu diperbaiki menjadi Dalam buku itu dibahas tentang peningkatan mutu pendidikan di Sekolah Dasar. Atau Dalam buku itu, pengarang membahas peningkatan mutu pendidikan di Sekolah Dasar.
c.    Penyusunan kalimat yang terpengaruh pada struktur bahasa asing. Kata di mana, yang mana, dengan siapa, adalah kata-kata yang lazim digunakan dalam membuat kalimat tanya. Kata-kata tersebut bila digunakan di tengah kalimat yang fungsinya bukan menanyakan sesuatu merupakan pengaruh bahasa asing. Dengan demikian, perlu dihindari penggunaan di mana, yang mana, dengan siapa diganti dengan kata bahasa Indonesia. Contoh: Rumah di mana dia bermalam, dekat dari pasar. Kalimat tersebut dapat diubah menjadi rumah tempat dia bermalam, dekat dari pasar.

D.  Kesalahan Leksikon
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:902), leksikon adalah kosakata. Dengan demikian, kesalahan leksikon dapat diartikan sebagai kesalahan dalam kosa kata, pemakaian kata yang tidak atau kurang tepat. Istilah leksikon ini lazim digunakan dalam bidang semantik. Semantik adalah bagian dari struktur bahasa yang berhubungan dengan makna atau struktur makna. Sehubungan dengan analisis kesalahan berbahasa yang berkaitan dengan bidang semantik, Tarigan mengemukakan kesalahan berbahasa yang mungkin terjadi di bidang semantik adalah seperti berikut:
1.    Adanya Penerapan Gejala Hiperkorek.
Gejala hiperkorek adalah suatu bentuk yang sudah betul lalu dibetul-betulkan lagi dan akhirnya menjadi salah. Misalnya, Syarat dijadikan sarat ’ atau sebaliknya, padahal kedua kata itu masing-masing mempunyai arti yang berbeda. Syarat ‘ketentuan/aturan’ sarat penuh’.
Contoh dalam kalimat:
-          Kita harus mengikuti syarat itu.
-          Perahu itu sarat muatan.
Syah dijadikan sah atau sebaliknya, padahal kedua kata tersebut masing-masing mempunyai makna yang berbeda. Syah ‘raja’ sedangkan sah ’sesuai dengan aturan’. Jadi, tidak dapat dipertukarkan penggunaannya.
Contoh dalam kalimat:
-          Tahun depan dia akan dinobatkan sebagai Syah di negeri seberang.
-        Dia belum sah sebagai mahasiswa S1 di universitas itu.
2.    Gejala Pleonasme
Yang dimaksudkan gejalan pleonasme adalah suatu penggunaan unsur-unsur bahasa secara berlebihan. Contoh:
-           Lukisanmu sangat indah sekali. Seharusnya: Lukisanmu sangat indah atau indah sekali.
-          Dia bekerja demi untuk keluarganya. Seharusnya: Dia bekerja demi keluarganya, atau untuk keluarganya.


BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Model-model dalam Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia meliputi kesalahan yang terjadi pada tataran fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikal.
1.    Kesalahan yang terjadi pada tataran fonologi karena adanya perubahan pengucapan fonem, penghilangan fonem, penambahan fonem, salah meletakkan penjedaan dalam kelompok kata dan kalimat. Di samping itu kesalahan berbahasa dalam bidang fonologi dapat pula disebabkan oleh perubahan bunyi diftong menjadi bunyi tunggal atau fonem tunggal.
2.    Kesalahan berbahasa pada tataran morfologi dapat dikelompokkan menjadi kesalahan berbahasa pada afiksasi, reduplikasi, dan gabungan kata atau kata majemuk.
3.    Kesalahan sintaksis adalah kesalahan atau penyimpangan struktur frase, klausa, atau kalimat, serta ketidaktepatan pemakaian partikel. Analisis kesalahan dalam bidang tata kalimat menyangkut urutan kata, kepaduan, susunan frase, kepaduan kalimat, dan logika kalimat.
4.    Kesalahan pada tataran leksikon dapat diartikan sebagai kesalahan dalam kosa kata, pemakaian kata yang tidak atau kurang tepat. Istilah leksikon ini lazim digunakan dalam bidang semantik. Semantik adalah bagian dari struktur bahasa yang berhubungan dengan makna atau struktur makna.

B.  Saran
Kesalahan berbahasa merupakan bagian yang integral dalam proses pemerolehan dan pembelajaran bahasa kedua. Kesalahan itu bukan untuk dihindari atau dicaci maki melainkan sesuatu yang harus dipelajari. Penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah parameter atau alat ukur kesalahan berbahasa. Penggunaan bahasa Indonesia di luar parameter tersebut adalah bentuk kesalahan berbahasa. Dengan analisis kesalahanberbahasa, hal itu dapat diketahui. Hasilnya dapat digunakan untuk memperbaiki kesalahan yang terjadi dan meningkatkan keberhasilan anak dalam proses pemerolehan dan pembelajaran bahasa Indonesia. Kesalahan berbahasa dapat dijadikan umpan balik bagi pengajaran bahasa, pemerolehan bahasa, sikap kedwibahasaan, interferensi dan kesalahan-kesalahan berbahasa apabila analisis kesalahan berbahasa itu dilaksanakan.


DAFTAR PUSTAKA

Tarigan, Henry Guntur dan Djago Tarigan. 1988. Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
 Tim Penyusun. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa.



Tidak ada komentar: