Rabu, 16 November 2011

Tugas Menulis Ilmiah


SIKAP POSITIF TERHADAP BAHASA INDONESIA
Winda Yulfamita Rahman
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Indraprasta PGRI
Jalan Nangka 58C, Tanjung Barat, Jakarta Selatan, Indonesia
winda.yulfamita@gmail.com

Abstrak
Bahasa Indonesia merupakan bahasa nasional sekaligus bahasa negara bagi bangsa Indonesia. Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia menjelma sebagai bahasa pemersatu bagi berbagai suku, sosial, budaya yang berbeda-beda. Sedangkan sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia dijadikan sebagai bahasa pengantar kenegaraan. Sebagai pemilik dan pengguna bahasa, tentunya sikap positif terhadap bahasa Indonesia itu sendiri mutlak diperlukan. Sikap positif tersebut dapat diwujudkan dengan adanya kesetiaan terhadap bahasa Indonesia itu sendiri. Adanya rasa bangga dan kesadaran akan norma-norma yang berlaku dalam bahasa Indonesia. Sikap positif terhadap bahasa Indonesia dapat ditanamkan dalam diri siswa melalui pembelajaran kreatif agar bahasa Indonesia tidak lagi dipandang sebagai pelajaran yang menjemukan, sehingga kasus kemerosotan nilai Ujian Nasional bahasa Indonesia dapat diantisipasi. Selain itu, dalam diri mahasiswa juga turut berperan dalam kemajuan dan kelestarian bahasa Indonesia, dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, dapat dikatakan bahwa hal itu sebagai langkah awal dalam memilki sikap positif terhadap bahasa Indonesia. Minimnya sikap positif lebih banyak diakibatkan oleh adanya sikap meremehkan dan ketidakpedulian terhadap bahasa Indonesia. Bersikap positif terhadap bahasa Indonesia bukan berarti menuntut bahwa setiap warganya menjadi ahli bahasa, akan tetapi setidaknya melalui sikap positif ini setiap pengguna bahasa Indonesia dapat menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan dan benar dan memiliki keterampilan berbahasa yang dapat diaplikasikan dengan disiplin ilmu lainnya.
Kata kunci       : sikap positif, bahasa indonesia

A.      PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang Masalah
Bahasa Indonesia merupakan bahasa nasional dan bahasa negara bagi bangsa Indonesia. Bahasa inilah yang digunakan oleh seluruh masyarakat dalam berinteraksi dengan sesama masyarakat Indonesia, terutama yang memiliki latar belakang (suku) yang berbeda-beda. Sudah 83 tahun bahasa Indonesia dinobatkan sebagai identitas bangsa pada Sumpah Pemuda 1928. Sebagai pemilik bahasa, sudah sepatutnya masyarakat Indonesia memiliki sikap positif terhadap bahasa Indonesia. Akan tetapi, pada kenyataannya bahasa Indonesia sering kali dianggap remeh oleh pemiliknya sendiri, terutama oleh kalangan remaja dan mahasiswa. Salah satu faktanya, nilai rata-rata Ujian Nasional (UN) bahasa Indonesia tingkat SMP dan SMA beberapa tahun belakangan ini menunjukkan keprihatinan. Sebut saja pada UN SMP tahun 2011 ini, dibandingkan mata pelajaran lainnya, nilai bahasa Indonesia dinobatkan sebagai yang terendah, dengan rata-rata 7.49. Sementara itu, nilai rata-rata mata pelajaran bahasa Inggris justru berada di peringkat teratas, yaitu 7.65.
Mahasiswa yang notabenenya adalah orang-orang berpendidikanpun tidak luput dari minimnya bersikap positif terhadap bahasa Indonesia, hal ini dapat dibuktikan ketika mereka berbahasa, baik dalam ragam lisan maupun ragam tulis. Dan lebih diperparah lagi ketika mahasiswa khususnya yang berkecimpung langsung pada disiplin ilmu yang terkait dengan bahasa Indonesiapun tidak luput dari kesalahan. Bisa dipastikan, dari sekian banyak mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, hanya segelintir orang yang memahami Ejaan Yang Disempurnakan, misalnya tanda baca dan kata baku. Dengan minimnya pemahaman terhadap EYD, tentu sudah dapat diterka bagaimana kemampuan mereka ketika membuat suatu karya tulis ilmiah. Selain itu, hal memprihatinkan juga tampak ketika bahasa Indonesia tidak mampu menjadi “tuan rumah” di negeri sendiri. Masyarakat Indonesia lebih senang menggunakan bahasa asing –bahasa Inggris-, seperti welcome, exit, open, close, dan sebagainya.
Berdasarkan hal tersebut, penulis merasa tertarik untuk membuat karya tulis mengenai “Sikap Positif Terhadap Bahasa Indonesia”.

2.      Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis dapat merumuskan masalah dalam karya tulis ini, yaitu “Apakah perlu bersikap positif terhadap bahasa Indonesia?”

B.       PEMBAHASAN
1.      Tinjauan Teori Sikap
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia sikap adalah perbuatan dan sebagainya yang berdasarkan pada pendirian, keyakinan; perilaku, gerak-gerik. Sikap (attitude) didefinisikan oleh Robbins sebagai pernyataan evaluatif, baik yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan terhadap objek, individu, atau peristiwa. Hal ini mencerminkan bagaimana perasaan seseorang tentang sesuatu. Sementara Kreitner dan Kinicki mendefinisikan sikap sebagai kecenderungan merespon sesuatu secara konsisten untuk mendukung atau tidak mendukung dengan memperhatikan objek tertentu. Harvey dan Smith menegaskan bahwa sikap adalah cara bertindak tersebut cenderung positif dan negatif. Sikap tidak tampak dan tidak dapat diamati, yang tampak adalah perilaku atau tindakan. Sikap bukanlah pembawaan sejak lahir, sikap dapat berubah melalui pengalaman, merupakan organisasi keyakinan, merupakan kesiapan untuk memberikan reaksi, relatif tetap, hanya cocok untuk situasi tertentu, serta merupakan penilaian dan penafsiran terhadap sesuatu.
Sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh para ahli dapat disimpulkan pengertian sikap sebagai organisasi keyakinan-keyakinan yang merupakan kesiapan mental psikologis untuk mereaksi dan bertindak secara positif atau negatif terhadap objek tertentu. Dalam karya tulis ini, penulis berfokus pada sikap positif yang terkait dengan bahasa Indonesia.

2.      Bahasa Indonesia
Apabila ingin membicarakan bahasa Indonesia, mau tidak mau kita harus membicarakan bahasa Melayu sebagai sumber (akar) bahasa Indonesia yang kita pergunakan sekarang. Bahasa Indonesia tumbuh dan berkembang dari bahasa Melayu, yang sejak dahulu sudah dipakai sebagai bahasa perantara (lingua franca), bukan saja di Kepulauan Nusantara, melainkan juga hampir di seluruh Asia Tenggara (Arifin dan Tasai, 2008: 5).
Menurut Arifin dan Tasai (2008: 8) ada beberapa faktor yang menjadi penyebab bahasa Melayu diangkat menjadi bahasa Indonesia yaitu: (1) bahasa Melayu sudah merupakan lingua franca di Indonesia, bahasa perhubungan dan bahasa perdagangan, (2) sistem bahasa Melayu sederhana sehingga mdah dipelajari, (3) suku-suku di Indonesia dengan sukarela menerima bahasa Melayu menjadi bahassa Indonesia sebagai bahasa nasional, (4) bahasa Melayu mempunyai kesanggupan untuk dipakai sebagai bahassa kebudayaan dalam arti yang luas.
Bahasa Indonesia mempunyai kedudukan yang sangat penting, sepertiyang tercantum pada ikrar ketiga Sumpah Peemuda 1928 yang berbunyi “Kami putera dan puteri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”. Ini berarti bahwa bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa nasional; kedudukannya berada di atas bahasa daerah. Dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesa berfungsi sebagai: (1) lambang kebanggaan kebangsaan, (2) lambang identitas nasional, (3) alat perhubungan antarwarga, antardaerah, dan antarbudaya, dan (4) alat yang memungkinkan penyatuan berbagai suku bangsa dengan latar sosial budaya yang berbeda.

3.      Analisis Masalah
Pada umumnya orang Indonesia dapat berbahasa Indonesia untuk keperluan sehari-hari, dapat menggunakan bahasa Indonesia sebagai alat perhubungan. Sebagai warga negara yang baik, sudah seyogyanya kita mempelajari bahasa Indonesia yang baik dan benar (Effendi, 2010:3). Namun, hal ini bukan berarti mengharuskan bahwa setiap warga Indonesia khususnya siswa dan mahasiswa dituntut menjadi ahli bahasa. Kemampuan untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai dengan keperluannya adalah tujuan sesungguhnya mereka mempelajari bahasa Indonesia.
Fakta yang mengejutkan adalah tidak adanya sikap positif terhadap bahasa Indonesia, baik dikalangan siswa maupun mahasiswa. Beberapa tahun belakangan, nilai Ujian Nasional bahasa Indonesia siswa SMP dan SMA menduduki peringkat terendah daripada pelajaran lainnya yang diujikan. Timbul pertanyaan, apa yang salah dengan fenomena ini? Mengapa bahasa asing justru menduduki peringkat tertinggi daripada bahasa Indonesia yang notabenenya adalah bahasa sendiri?
Terjadi beberapa problematika makro dalam pembelajaran bahasa Indonesia, antara lain: (1) kebijakan bahasa Indonesia yang berkembang saat ini terjebak pada politik identitas semata. Bahasa Indonesia dianggap sebagai ornamen unutk membnagkitkan semangat “nasionalisme”. (2) kurikulum pembelajaran bahasa Indoneisa yang terus berubah hanya menjadi simbol dalam memenuhi target “penyesuaian” atau pembaruan” pada tingkat satuan pelajaran. (3) sikap terhadap pelajaran bahasa Indonesia tergolong “pas-pasan”. Masih banyak guru bahasa Indonesia yang tidak memiliki sikap positif terhadap bahasa Indonesia, mulai dari kapasitas pelajaran hingga menciptakan nilai tambah pembelajaran bahasa Indonesia. Guru kehilangan kreativitas saat mengajar di dalam kelas. Guru tidak bangga mengajar bahasa Indonesia, di samping tidak memiliki kemampuan berbahasa yang memadai. Alhasil, guru tidak mampu menjadi model berbahasa Indonesia bagi siswa. Belajar bahasa Indonesia kemudain diklaim monoton dan membosankan. (4) pembelajaran bahasa Indonesia cenderung menggunakan pendekatan otoriter dalam memasyarakatkan bahasa Indonesia yang baku.
Semua pihak memiliki kontribusi yang berbeda bagi perkembangan bahasa Indonesia itu sendiri. Sikap tidaklah bersifat mutlak. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa masing-masing pengguna bahasa memiliki sikap yang positif terhadap bahasa Indonesia. Sikap positif dapat dikatakan sebagai cara kita memperlakukan bahasa Indonesia. Cara kita menuturkan kata dalam bahsa Indonesia. Dalam suatu bahasa, kita kenal dengan EYD. Disinilah kita harus bersikap positif terhadap suatu bahasa, yaitu dengan menuturkan (mengucapkan) kata/kalimat dan atau menuliskanya sesuai dengan EYD. Bukan hanya agar budaya kita tetap terpandang dengan baik. Tetapi agar apa yang kita ingin sampaikan tertuju maksudnya dan tidak diartikan lain. Sikap positif ini, secara sadar harusnya berkembang didalam diri pengguna bahasa.
Sikap positif terhadap bahasa Indonesia dapat diwujudkan dengan (1) kesetiaan bahasa, memelihara bahasa Indonesia itu sendiri, (2) kebanggan bahasa, menggunakan bahasa Indonesia sebagai lambang identitas bangsa, dan (3) kesadaran akan adanya norma bahasa, menggunakan bahasa Indonesia dengan kaidah dan aturan yang berlaku (Arifin dan Tasai, 2008:2).


C.       PENUTUP
1.      Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dikemukakan, dapat penulis simpulkan sebagai berikut:
·           Sikap merupakan organisasi keyakinan-keyakinan yang merupakan kesiapan mental psikologis untuk mereaksi dan bertindak secara positif atau negatif terhadap objek tertentu. Sikap positif dalam hal ini adalah bagaimana cara kita sebagai pengguna bahasa Indonesia memberikan kontribusi yang positif dalam perkembangan dan kelestarian bahasa Indonesia itu sendiri.
·           Sikap positif terhadap bahasa Indonesia dapat diwujudkan dengan (1) kesetiaan bahasa, memelihara bahasa Indonesia itu sendiri, (2) kebanggan bahasa, menggunakan bahasa Indonesia sebagai lambang identitas bangsa, dan (3) kesadaran akan adanya norma bahasa, menggunakan bahasa Indonesia dengan kaidah dan aturan yang berlaku.

2.      Saran
·           Sebagai pengguna bahasa hendaknya kita jangan memandang rendah bahasa Indonesia. Sikap meremehkan dan menganggap rendah merupakan sikap negatif yang dapat melumerkan rasa nasionalisme.
·           Sebagai mahasiswa, khususnya yang berkecimpung dalam program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, hendaknya benar-benar mampu mengaplikasikan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Jangan hanya sekedar menelan mentah-mentah berbagai teori yang dipelajari. Jadilah figur yang dapat dijadikan sebagai model bersikap positif terhadap bahasa Indonesia.
·           Penggunaan kata asing pada ruang publik hendaknya benar-benar diperhatikan. Jangan sampai posisi bahasa Inodonesia tersaingi dan tidak mampu menjadi tuan rumah di negeri sendiri.

3.      Evaluasi
Kita perlu mempelajari bahasa Indonesia -sebagai bahasa nasional dan bahasa negara- dengan sungguh-sungguh sehingga kita benar-benar menguasainya baik sebagai alat komunikasi sehari-hari maupun sebagai alat pemanfaatan ilmu dan teknologi. Tentunya dengan mempelajari bahasa Indonesia secara sungguh-sungguh, hal itu sebagai salah satu tolok ukur bagaimana kita bersikap positif terhadap bahasa Indonesia itu sendiri.

Daftar Pustaka
Effendi, S. 2010. Panduan Berbahasa Indonesia Dengan Baik dan Benar. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya.
Arifin, E.Zaenal dan S. Amran Tasai. 2008. Cermat Berbahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Akademika Pressindo.
Tim Penyusun Kamus. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa.

Tidak ada komentar: